Senin, 06 Januari 2020

Naskah Drama Dewi Amba dan Bhisma

Drama adalah ragam sastra dalam bentuk dialog yang dimaksudkan untuk dipertunjukkan di atas pentas. Salah satu komponen yang diperlukan untuk mementaskan sebuah drama adalah  naskah drama. Naskah drama berisi cerita yang disusun dalam bentuk dialog. Naskah drama biasanya mengandung beberapa unsur pokok, seperti pelaku (tokoh), dialog (percakapan), dan keterangan (latar, kostum, aksesoris), serta keterangan lakuan (akting). Naskah drama dibuat oleh pengarang (sastrawan) sebagai karya sastra. Naskah atau teks lakon drama memuat pesan-pesan pengarang tentang pengalamannya untuk mendapat tanggapan dari pembacanya atau penggarapnya. Pesan-pesan itu berupa nilai-nilai yang terhimpun dalam ide-ide. Sementara tema lakon merupakan seperangkat ide-ide yang dikomunikasikan kepada publik.

Berikut ini contoh naskah drama yang berbentuk narasi. Bhisma, adalah tokoh besar dalam kisah Mahabharata. Ia adalah Putra Mahkota, buah perkawinan Prabu Santanu, Raja Hastina dengan Dewi Gangga. Bhisma Menjadi ikon penting, bahkan mungkin yang utama, dari kisah kepahlawanan dalam Mahabharata. Ia menjadi termasyur bukan karena tahta, karena justru Bhismalah yang mengajarkan bahwa Kepahlawanan bukan sesuatu yang ditakdirkan, bukan sesuatu yang ada karena keterkondisian, bukan karena sesorang adalah Raja, Puta Mahkota, Parjurit dsb. Kepahlawanan adalah sebuah pilihan.
 Drama adalah ragam sastra dalam bentuk dialog yang dimaksudkan untuk dipertunjukkan di at Naskah Drama Dewi Amba dan Bhisma
“Siang itu matahari sangat terik membakar semangat peserta lomba demi mendapatkan tiga gadis kembar nan cantik rupawan. Bhisma sebagai peserta terakhir karena peserta yang lainnya semua tumbang tak ada yang mampu mengalahkan dua raksasa gagah perkasa jelmaan dari tali ari-ari dan air ketuban ketiga gadis kembar itu (Amba, Ambika, dan Ambalika).

Mereka terlahir untuk mencarikan jodoh ketiga gadis kembar itu melalui sayembara. Sudah kehendak cerita, Bhisma memenangkan sayembara itu dan memboyong hadiah berupa tiga gadis kembar yang cerdas itu. Namun ternyata perjuangan Bhisma untuk mendapatkan hadiah itu bukan untuk dirinya. Melainkan untuk adik sepupunya yang merupakan putra mahkota dari kerajaan Hastina sekaligus pewaris tahta. Mereka adalah Citranggada dan Wicitrawirya.

Bhisma memboyong ketiga gadis kembar itu untuk kemudian dipersembahkan kepada ibu suri (Setyawati). Tiba di keraton Hastina disambut oleh Setyawati dan kedua anaknya yang menunggu kedatangan Bhisma serta gadis hadiah lomba untuk dijadikan isterinya. Ambika dijodohkan dengan Citranggada, Ambalika dijodohkan dengan Wicitrawirya, sedangkan Amba...?

Sebenarnya Amba sangat tertarik pada Bhisma sejak pandangan pertamanya di arena lomba, namun sayang Bhisma telah bersumpah untuk tidak beristeri demi kelangsungan keturunan darah Kuru. Amba sadar, tetapi hatinya juga telah bersumpah untuk mengabdi pada lelaki yang memenangkan lomba. Kegagahan, ketampanan, kewibawaan Bhisma membuat seluruh wanita luluh di depannya tidak terkecuali Amba. Hasrat cinta Amba pada Bhisma adalah hal yang manusiawi, namun asmara itu hanya menjadi ceritera indah. Hanya menjadi bunga-bunga yang segar di taman tak pernah menjadi buah.

Amba selalu ingin bersama Bhisma karena sumpah dan asmaranya yang menggebu. Sebaliknya Bhisma merasa terganggu dengan kehadirannya dan takut disangka tidak setia pada sumpah. Bagaimana orang lain berpendapat tentang Bhisma kesatria yang gagah perkasa dan sangat disegani seluruh rakyat Hastina jika ketahuan selalu dekat dengan Amba. Harga diri dan kemuliaan hidup bagi Bhisma adalah harga mati. Begitupun Amba, kesejatian cinta yang telah tercurahkan seluruhnya kepada Bhisma adalah pilihan hidupnya. Dua konsep hidup yang ideal dari kedua makhluk ini membuat susah untuk dipikirkan termasuk bagi penafsir cerita. Dengan demikian mari kita biarkan ceritera itu mengalir sesuai dengan kehendaknya”. (Kiki Sukanta, April 2012).

Tema lakon : Cinta
Ide/gagasan : Kua konsep hidup yang maha ideal dari dua manusia
Nilai-nilai : Kesetiaan, setia pada sumpah, setia pada negara, setia
tokoh utama : Bhisma
Tokoh lawan : Dewi amba

Setelah Anda analisis narasi di atas, selanjutnya Anda buat dialog dengan gaya bahasa sendiri. Berapa tokoh yang dianggap penting hadir dalam adegan yang Anda buat. Kemudian seperti apakah dialog-dialog yang diucapkan para tokoh cerita untuk mengusung nilai-nilai yang dipesankan pengarang. Seperti apakah karakter tokoh yang ada dalam cerita, dan suasana adegan seperti apakah yang Anda inginkan? serta perkakas apa saja yang dibutuhkan untuk memperkuat adegan?

Kisah Cinta Bhisma dan Dewi Amba
Seting:Balairung kerajaan Hastina
Narator:Bisma merupakan putra dari Prabu Sentanu dengan Dewi Gangga, nama aslinya adalah Dewabrata. Dewabrata merupakan putra mahkota dari kerajaan Astina. Suatu saat tibalah hari dimana Dewabrata akan diangkat menjadi raja Astina menggantikan sang ayah Prabu Sentanu. Namun tak disangka datanglah Dewi Setyawati membawa anak lalu berbicara pada Prabu Sentanu yang didampingi oleh Dewi Durgandini.
Dewi Setyawati:"Wahai Prabu, ingatkah dahulu siapa yang menolongmu saat terluka di hutan? Akulah orangnya lalu anak yang kubawa ini adalah putramu"
Prabu Sentanu:"Lalu sekarang apa maumu ?"
Dewi Setyawati:"Jadikan dia Raja!"

Dewabrata sadar bahwa Ayahnya tidak dapat memungkiri janjinya, maka dengan lapang dada Ia menyerahkan takhta Astina pada adik Tirinya.

Dewi Durgandini:"Aku mempercayai ketulusan Dewabrata yang memberikan Takhta Astina pada anakku, namun bagaimana dengan keturunannya nanti ? Akankah anak-anaknya akan menjadi Raja ?
(Layar tutup)

Setinga:Balairung Kerajaan Hastinapura
Narator:Karena cintanya kepada kerajaan dan Ayahnya, Dewabrata bersumpah untuk tidak menikah hingga dirinya mati. Sumpah ini dikenal dengan sumpah Brahmacahya. Gemparlah seluruh jagad raya, dan sejak saat itu ia dikenal dengan nama Bisma yang berarti 'menggemparkan'. Sejak saat itu, Bisma mendapatkan 'Aji Swacandomarono' yaitu aji dimana ia bisa mati hanya atas kemauannya sendiri.
Bhisma:"Demi bangsa dan negara aku bersumpah aku tidak akan menikah hingga aku mati. Aku tidak mau keturunanku menjadi raja yang dapat menimbulkan perselisihan diantara saudara".
(Layar tutup)

Seting:Alun-alun Kerajaan kasi
Narator:Waktupun berlalu, hingga suatu ketika Bisma mengikuti sayembara di Kerajaan Kasi untuk mendapatkan 3 Putri dari Kerajaan tersebut lalu akan dijadikan permaisuri bagi adik tirinya. 3 putri tersebut adalah Dewi Amba, Dewi Ambika, dan Dewi Ambalika. Pada hari sayembara, di alun-alun Kerajaan Kasi berkumpul putra-putra mahkota dari Kerajaan Kosala, Wangsa, Pundra, Kalingga dan lain-lain. Satu per satu mereka berperang-tanding melawan Bhisma, namun semuanya kalah. Segera setelah mengalahkan semua putra mahkota, Bhisma membawa ketiga putri jelita itu dan melarikan mereka dengan keretanya yang termasyhur.
Bhisma:"Ikutlah kalian bertiga bersama saya ke Hastinapura, karena aku telah memenangkan sayembara".
Dewi Amba:"Ya, tuanku, kami bertiga akan ikut Anda ke kerajaan Hastinapura. Kami bertiga akan menjadi istri dari adik Anda. Kami menepati janji yang disampaikan sebelum sayembara dilaksanakan".
(Layar tutup)

Setinga:Hutan di Kerajaan Kasi
Narator:Belum lagi jauh dari arena sayembara Kerajaan Kasi, mereka dihadang Raja Salwa dari Kerajaan Saubala. Raja itu menantang Bhisma untuk bertarung. Sebenarnya, Raja Salwa sudah menjalin kasih dengan Amba dan Amba yang jelita telah memilih Salwa sebagai calon suaminya. Setelah perkelahian sengit, Salwa takluk dan menyerah. Bhisma mengangkat senjata, hendak membunuh, tetapi dicegah oleh Amba. Karena permintaan putri itu, Bhisma urung membunuh Salwa.
Dewi Amba:"Janga bunuh dia, Bhisma. Sebagai seorang Ksatria tidak boleh membunuh musuh yang sudah tidak berdaya. Sekali lagi lepaskanlah dia".
Bhisma:"Ya, aku sadar dan aku tidak akan membunuh dia, Dia akan kubiarkan hidup karena permintaan Dewi".
(Layar tutup)

Seting:Balairung kerajaan Hastinapura
Narator:Sesampainya di Hastina Pura, Bisma menyerahkan ketiga putri kepada adiknya Vicitavirya. Namun, Dewi Amba membuat pengakuan bahwa ia telah mengalungkan bunga kepada Raja Salwa sebagai tanda telah memilihnya sebagai suami. Vicitavirya merasa tidak etis untuk memperistri wanita yang telah menyimpan hati untuk orang lain.
Dewi Amba:"Maafkan hamba tuanku, hamba ingin membuat pengakuan bahwa sebelum sayembara hamba telah menambatkan hati hamba kepada seorang kesatria bernama Prabu Salwa. Sekali lagi hamba mohon maaf atas keadaan ini".
Prabu Vicitavirya:"Saya memahami yang Dinda alami, sebagai seorang ksatria saya tidak akan merusak kebahagian yang seharusnya Dinda rasakan dengan orang yang dicintai. Untuk itu kembalilah Dinda kepada Prabu Salwa, saya rela dan ikhlas demi kebahagiaan Dinda".
(Layar tutup)

Seting:Balairung kerajaan Saubala
Narator:Bisma mengirim utusan untuk mengantar Dewi Amba kepada Raja Salwa. Sesampainya di kerajaan Saubala Dewi Amba menghadap Prabu Salwa.
Dewi Amba:“Sejak semula hamba telah tetapkan hati untuk mengabdikan diri, lahir dan batin kepada Tuanku. Pangeran Bhisma menerima penolakan hamba dan mengantarkan hamba ke hadapan Tuanku. Jadikanlah hamba permaisuri Tuanku menurut ajaran kitab-kitab suci sastra.”
Prabu Salwa:“Bhisma telah menaklukkan aku dan telah melarikan engkau di depan umum. Aku merasa sangat terhina. Karena itu, aku tidak bisa menerima engkau menjadi istriku. Sebaiknya engkau kembali kepada Bhisma dan lakukan apa yang ia perintahkan.”
(Layar tutup)

Seting:Taman Hastinapura
Narator:Dewi Amba kembali ke Hastina Pura dan meminta Bisma untuk menikahinya, namun Bisma tidak dapat melanggar sumpahnya untuk tidak menikah seumur hidup. Bhisma menenangkan gadis yang menangis dihadapannya ini dengan penuh kelembutan. Ia kasihan padanya. Ia tidak bisa berkata apa-apa. Air matanya telah membuatnya menangis, air mata yang ia tangiskan sendiri tidak keluar tapi terdapat dalam hatinya. Ia menyesal karena wanita ini kehidupannya telah hancur karena dirinya. Ia berkata lembut padanya.
Bhisma:“Aku turut bersedih atas semua yang telah terjadi. Aku tidak bisa menikahimu. Kau tahu bahwa aku telah bersumpah untuk menjadi seorang brahmacahya sepanjang hidupku. Bagaimana aku bisa menikahimu?"
Dewi Amba:"Mengapa engkau mengikuti sayembara jika kau tak mau bersamaku ?" 
Bhisma:"Seandainya engkau memberitahu aku bahwa kau telah memilih suamimu, hal ini tidak akan terjadi. Aku pasti akan menikahimu, jika segalanya berbeda. Tetapi sekarang, aku terikat sumpahku. Aku tidak bisa membantumu seperti yang engkau inginkan.” 
Dewi Amba:"Aku hanya ingin bersamamu Bisma"
Bhisma:"Aku tidak mungkin bersamamu dan menikahimu Amba, aku telah bersumpah Brahmacahya, aku tak akan menikah hingga aku mati"
Narator:Dewi Amba terus membujuk agar Bisma menikah dengannya dan bukan adik tiri Bisma. Bisma menjadi bingung, Ia lalu mengeluarkan kerisnya untuk sekedar menakut-nakuti Dewi Amba. Namun yang terjadi, Dewi Amba tidak sengaja tertusuk keris milik Bisma lalu mati. Sebelum kematiannya, Dewi Amba bersumpah bahwa ia akan bereinkarnasi dan ia sendirilah yang akan membunuh dan menjemput Bisma saat kematiannya.
Bhisma:“Sudahlah Amba, tolong jangan mendekat lagi, Atau aku tak akan segan-segan keris ini membunuhmu jika terus memaksaku.”(mengacungkan keris)
Dewi Amba:“Baiklah, (sambil memejamkan mata) Cepat Bunuhlah aku, lebih baik aku mati dengan Bahagia di tanganmu, dari pada harus menanggung malu kembali ke kerajaan Kasi ataupun Hastinapura."(merangkul Bhisma, keris menembus perut Dewi Amba)
Bhisma:“Ambaaaa..., Maafkan aku, Amba... sejujurnya aku menginginkanmu. Tolong bertahanlah Amba (terus membasuh luka darah di dada Amba yang sekarat), Maafkan...maafkan aku..”
Dewi Amba:“Bismaaaaa...(ucapnya lirih), ingatlah..., aku bersumpah terlahir (reinkarnasi) sebagai anak Raja Drupada, akan ikut dalam perang Pandawa dan Korawa, dan aku sendiri yang akan membunuh dan menjemput kematianmu nanti..., Bismaa..., kita akan bersama selamanyaa...” (nafasnya pun terhenti, Amba tiada).
Bhisma:"Amba (air mata terus meleleh), aku akan menunggumu..., aku siap mati dijemput olehmu. “AMBAAAAAA....!!!!!!” (Teriakan perih duka di hati Bisma, memecah taman Hastinapura yang sunyi nan sendu diselimuti kabut dengan hujan gerimis yang turun seketika dari langit.)

Bertambah kalutlah perasaan Bisma mengetahui orang yang ia cintai mati ditangannya sendiri. Namun apalah daya seorang Bisma, ia adalah ksatria, ia harus setia dengan sumpahnya. Bisma diselimuti perasaan bersalah karena telah memberikan harapan palsu pada Dewi Amba dan membuat hidupnya menjadi kacau.

Singkat cerita, saat perang Baratayudha, Bisma menjadi panglima Kurawa, sebab ia menepati janjinya bahwa akan melindungi Astina siapapun Rajanya. Walau di dalam hatinya Bisma tidak pernah setuju pada perbuatan dan tindakan Kurawa.

Setelah mati, Dewi Amba bereinkarnasi dalam tubuh Srikandi, saat perang Baratayudha inilah Bisma berhadapan dengan Srikandi. Ia melihat jiwa Dewi Amba pada raga Srikandi, pada saat itulah ia menyadari bahwa waktunya telah tiba, Amba telah datang menjemputnnya. Betapa bahagianya ia ketika panah Pasopati milik Arjuna diluncurkan oleh Srikandi dan menancap di dadanya. Bisma merasa bahwa inilah saatnya ia terlepas dari tanggung jawab sumpahnya sendiri dan ia bisa menjalin cintanya yang sempat tertunda di kehidupan selanjutnya. Dewi Amba menantinya dengan tersenyum dan merekapun bersama bergandengan tangan menuju kehidupan selanjutnya. Bisma gugur sebagai ksatria sejati